Selasa, 06 Mei 2008

Asal Muasal Nama desa Astambul

Astambul adalah sebuah desa yang merupakan ibukota kecamatan Astambul, kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tepatnya delapan kilometer sebelah utara kota Martapura. Desa Astambul berbatasan dengan sebelah selatan desa Pingaran, sebelah utara desa Pasar Jati, sebelah Barat desa Sungai Tuan dan sebelah Timur desa Jati Baru.

Sekarang ini Astambul menjadi dua desa yaitu Astambul Kota dan Astambul Seberang. Dari Timur ke Selatan membentang sungai Riam Kiwa yang membatasi Astambul Kota dan Astambul Seberang tersebut.

Penduduknya bermata pencaharian berbagai macam . Ada yang bekerja di sawah dan perkebunanan. Ada yang berdagang kecil-kecilan , ada yang menjadi pengusaha, adapula yang menjadi pegawai negeri sipil.

Tingkat pendidikannya rata-rata SMA dan hanya sedikit yang berpendidikan SMP atau Sarjana. Sebagian juga ada yang berpendidikan Darussalam atau Madrasah yang jenjangnya setingkat SD, SMP, dan SMA karena Desa Astambul dekat dengan kota Martapura.

Astambul terkenal dengan hasil kebunnya. Hal ini dibuktikan karena banyaknya hasil kebun yang dijual di pasar Astambul. Dengan adanya pasar tersebut orang akan mudah menjual hasil kebunnya. Dengan mudahnya menjual hasil kebun tersebut maka orang akan bergairah untuk menanam pohon dan buah-buahan. Maka dari itu Astambul terkenal dengan hasil buahnya se Kalimantan sampai ke pelosok Indonesia.

Hasil kebun yang banyak itu disebabkan karena tanahnya yang sangat subur. Jika kita menanam sesuatu tanpa pupukpun tanaman itu akan subur . Hal ini karena setiap tahun sering banjir . Banjir tentunya membawa tanah atau humus dari hutan dan pegunungan yang ada di hulu sungai Riam Kiwa.

Konon beberapa ratus tahun lalu Astambul dan sekitarnya merupakan daerah rawa seperti halnya di Banjarmasin. Itu dapat dibuktikan jika kita menggali sumur yang melebihi kedalam dua meter akan ditemukan tanah yang persis sama dengan tanah yang ada di Banjarmasin. Tanah itu berwarna kehitam-hitaman yang tentunya bekas kumpulan dedaunan yang sudah membusuk. Selain itu Didesa Sungai Alat masih banyak ditemukan rawa-rawa yang tergenang walaupun pada musim kemarau.

Bagiamana asal muasal nama Astambul ?

Konon beberapa ratus tahun lalu Pulau kalimantan ini telah berkuasa seorang Raja yang kita kenal dengan Raja Banjar. Rajanya sangat adil dan bijaksana. Beliau sangat memperhatikan akan keadaan rakyatnya. Jika rakyat menderita maka raja pun ikut sedih akan penderitaan rakyatnya. Oleh sebab itu raja tidak pernah hanya menerima laporan dari penggawa kerajaan . Raja tahu bahwa laporan penggawa kerajaan akan menyampaikna apa yang baiknya saja. Kejadian yang menimpa rakyat terutama penderitaannya tidak akan dilaporkan kepada raja. Raja tahu bahwa laporan itu ABS saja atau asal Bapak Senang. Pernah suatu waktu Raja menerima laporan dari penggawanya. Penggawa itu membidangi tentang kesejahtraan masyarakat atau kalau di pemerintah kita disebut dengan Menteri Sosial. “ Wahai Raja Yang Mulia, Hamba ingin melaporkan keadaan rakyat kita terutama tentang kesejahtraannya.” Demikian kata Penggawa Kerajaan. “ Silakan Penggawa sampaikan , apa saja yang sudah penggawa temukan “ Jawab Raja” Saya sengat senang sekali menerima laporan dari penggawa karena hasilnya akan menjadi bahan pertimbangan untuk saya bertindak “ Demikian tambah Raja lagi. “ Begini Yang Mulia, Saya melihat keadaan rakyat kita sangat makmur , tidak ada kelaparan semua sehat walafiat disana sini rakyat bergembira melihat kedatangan kami. Alhasil rakyat tidak mendapat kekurangan apapun.” Demikia penjelasan Penggawa. “ Sekarang saya bertanya apakah penggawa sudah langsung melihat perkampungan penduduk kita” Tanya Raja. “ Ya, Yang Mulia. Saya sudah keliling kampung dan tertnyata mereka senang –senang saja, mereka malah tersenyum dengan keadatangan kami serta menyambut kedatangan kami dengan meriah” Jawab Penggawa. “ Kalau Anda sudah keliling kampung apakah sudah memeriksa keadaan dalam rumah penduduk tersebut?” Tanya Raja kembali. “ Belum yang Mulia” Jawab Penggawa dengan nada getir. “ Sekarang kapan Anda pergi ke kampung-kampung tersebut?” Tanya raja kembali. “ Beberapa bulan yang lalu, Hamba membawa pegawai yang banyak, karena jika hamba pergi ke kampung –kampung tersebut Hamba akan disambut oleh penduduknya dengan sajian makanan yang enak. Sayang kalau hanya Hamba saja yang menikmatinya.” Jelas Penggawa ” Jadi Hamba tidak melihat kejadian yang tidak menyenangkan saat itu . Hamba melihat penduduk sangat bergembira saja apa yang nampak pada penglihatan hamba” tambah Penggawa. “ Apakah anda berkunjung pada siang hari atau malam hari?” Tanya Raja Kembali. “ Tentu Yang mulia , Hamba berkunjung pada siang hari karena pada siang hari hamba bisa melihat seluruh penduduk kita dengan jelas tampa diterangi lampu. “ Jawab Penggawa Raja Kembali.” Sekarang pertanyaannya aapakah Anda melihat seluruh penduduk itu secara langsung?” Selidik Raja “ Ya, yang Mulia .Hamba langsung melihat penduduk saat menyambut kedatang an kita. Mereka berdiri di muka rumah masing-masing sambil melambaikan tangannya dan dengan senyuman yang menurut hamba mereka tidak mendapat masalah apapun.” Jawab penggawa sekenanya. “ Maksud saya begini , apakah anda langsung melihat penduduk kita yang ada dir rumahnya masing , walaupun tidak keseluruhan ?” Tanya Raja lagi agak tinggi nadanya. “ Maaf yang Mulia, Hal itu tidak pernah hamba lakukan hamba ingin cepat-cepat melihat keadaan penduduk kita. Apalagi jika terlalu lama makanan yang disediakan penduduk akan dingin dan tidak enak lagi” Jawab Penggawa gelisah. Rupanya Raja tahu apa saja yang dilakukan oleh Penggawanya. Beliaupun memberikan nasehat agar jika melihat keadaan rakyatnya bukan hanya diluarnya saja tetapi di dalamnya pun harus dilihat juga. Diluar itu hanya berupa kulitnya saja sedangkan di dalam adalah isinya. Isinya yang sebenarnya. Hendaknya penggawa kerajaanpun melaporkan apa adanya jangan ditutup-tutupi. Sebaiknya lihatlah penduduk jika penduduk sedang tidur. Mereka tidak kenal dengan kita dan kitapun akan mengetahui apa saja keluhan meraka. Jangan minta sambut yang berlebihan terhadap rakyat kita. Sambutan itu hanya ingin menyenangkan kita saja padahal di hati mereka banyak sekali penderitaan yang dialaminya. Apalagi mengharapkan makanan yang enak, sedangkan kita sendiri sudah digaji yang cukup besar untuk bisa makan yang enak.

Alkisah Rajapun tidak menerima laporan semata-mata dari Penggawanya. Rajapun secara rutin mengunjungi rakyatnya. Beliu tidak pernah memberitahukan kapan beliau berkunjung. Waktunya pun tidak pernah tetap. Hal ini untuk menghindari penghormatan yang berlebihan dari rakyatnya.

Suatu Hari Raja ingin berkunjung ke sebuah daerah di utara dari kota Kerajaan. Raja ingin sekali melihat keadaan penduduknya. Daerah ini terkenal dengan kesuburan tanahnya Penduduknya banyak bercocok tanam dan berkebun. Selain itu di daerah itu hasil perikanan dan peternakan cukup banyak juga.

“ Pengawal, tolong siapkan perahu lengkap untuk sebuah perjalanan!” Demikian titah raja. Maka pengawalpun dengan cepat menyiapkan perahu kerajaan. Perahu ini dilengkapi dengan makanan yang cukup, tempat tidur yang memadai dan diikuti oleh pegawai istana untuk mencatat semua kejadian yang ditemukan raja. Perahu inipun dikawal oleh perahu-perahu lain untuk mengamankan raja .

Berangkatlah raja mulai istananya. Keberangkatan raja tidak banyak diketahui orang karena raja tidak ingin rakyatnya menyambut dengan berlebih-lebihan. Selain itu raja tidak ingin apa yang terjadi pada rakyatnya ditutup-tutupi sehingga yang tampak adalah yang baik-baik saja. Hal ini karena berdasarkan pengalaman beliau sendiri baik secara langsung maupun melalui penggawa kerajaannya yang jika berkunjung kesuatu daerah maka rakya akan habis-habisan menyambutnya dam rakyatpun seolah-olah tidak ada permasalahan yang menimpanya.

Diperjalan raja sangat memperhatikan keadaan rakyatnya. Satu persatu kegiatan rakyat dipantau. Sekali-kali raja bertanya kepada pengawalnya tentang apa saja yang dilihatnya. Memang sepanjang sungai rakyat seperti biasa menggunakan sungai baik untuk mandi, mencuci sampai buang hajat. Tak terkecuali para pedagang menggunakan sungai untuk menjajakan dagangannya. Begitu juga para petani, mereka mengangkut hasil pertaniannya dan perkebunannya melalalui sungai. Memang di Kalimantan Selatan ini sungai berperan penting dalam kehidupan . Rakyat Banjar pada waktu itu didominasi kehidupan di tepi sungai. Hal ini karena peran sungai yang sangat besar terhadap kehidupan. Fungsi sungai bukan hanya untuk diambil airnya saja tetapi seperti dijelaskan di atas bahwa fungsi sungai sebagai alat perdagangan, sarana untuk mengangkut barang dan jasa manusia untuk bepergian . Dan tak kalah penting sungai juga dapat sebagai mata pencaharian mereka terutama ikannya bisa ditangkap untuk dijual kembali karena pada waktu itu sungai tidak tercemar atau dicari orang ikannya secara serampangan. Tidak ada yang namanya racun untuk menangkap ikan apalagi menggunakan strum yang ikan kecilnya ditangkap dengan alat ini.

Menjelang matahari di atas ufuk rajapun ingin beristirahat. Perjalana raja sudah memakan waktu yang lama. Setengah hari sudah raja berada di perahunya. Tentunya siapapun akan lelah jka duduk saja . Apalagi dalam sebuah perahu..

Rombongan perahu raja sudah berda di persimpangan sungai riam kanan dan riam kiwa. “Pengawal kita akan istirahat dulu untuk melepaskanlelah. Kira –kira dimana tempat yang teduh, enak dan udaranya yang segar. “ Tanya raja pada pengawal. “ Beginda Paduka, Kalau di muara persimpangan ini hamba rasa tempatnya kurang baik. Arus sungai dari dua riam ini cukup deras sehingga kita tidak enak untuk beristirahat. Apalagi tempatnya kurang teduh karena pohon-pohonan kurang rindang. Alangkah baiknya kita beristirahat memasuki sungai riam kiwa ini saja. Saya yakin sungai riam kiwa ini banyak sekali pohon yang teduh dengan demikian tempat itu enak dan udara yang segar.” Jawab pengawal pada raja “ Oo.. begitu, kalau memang demikian kita istirahat di sana saja. “ Kata raja. Memang raja ini sungguh menerima segala saran dari siapa saja asal saran itu untuk kebaikan bersama dan dengan alasan yang logis.

Setelah kira-kira lima belas menit memasuki sungai riam kiwa banyak sekali pohon yang rindang di tepi sungai . Pohon itu antara lain pohon bungur, kesturi, benua dan pohon lainya yang berfungsi sebagai tempat berteduh untuk mencari ikan dan mencegah longsornya tanah. Persis dipersimpangan dua sungai riam kiwa rajapun memerintahkan pengawal untuk berhenti. “Pengawal kita berhenti persis dibawah pohon kesturi itu. Selain istirahat kita bisa juga sambil menunggu jatuhnya buah tersebut.” Perintah raja “ Baik paduka, Hamba akan berhenti di bawah pohon itu. Semua perahu berhenti di bawah pohon kesturi itu!” Perintah pengawal kepada rombongan yang lain.

Tempat ini memang strategis sekali. Kalau kita menyusuri sungai ini ke hulu maka masih banyak lagi perkampungan yang ada tetapi jika kita belok ke kiri sungai maka kita akan kembali lagi ke sungai Martapura yang juga banyak perkampungan penduduk. Tempat raja istirahat ini memang masih sedikit penduduknya. Nama kampungnya pun belum ada. Ketika raja singgah untuk istirahat, penduduknya berbondong-bondong untuk menyambutnya. Perahu sudah berhenti dan pengawal mengikat perahu rajapun keluar untuk turun dari perahunya. Di bawah pohom kesturi itu memang ada rakit untuk bisa berada di bawah pohon kesturi tersebut. Raja sedikit merapikan pakaiannya. Seorang raja tentunya berpakaian yang berbeda dengan lainnya. Ciri khas seorang raja tentunya dia punya senjata pusakanya. Raja Banjar memakai sebilah keris dipinggangnya karena raja Banjar masih ada keturunanan raja Jawa. Pada saat melangkah keluar perahu dan raja sedikit menunduk rupanya keris yang ada dipinggangnya jatuh kesungai dengan spontan raja berkata” As timbul” “Ada apa Paduka ?” tanya pengawal. “ Itu, Kerisku timbul, ayo tangkap nanti larut ke hilir sungai “ Memang keris itu timbul dan sedikit larut ke hilir namun dengan sigap pengawal mengambil kembali keris itu. “ Wah hebat sekali keris ini, di sungai ia tidak tenggelam padahal keris itu terbuat dari besi dan kumpangnya penuh dengan batu-batu mulia” Pikir pengawal dalam hati. “ Ini Paduka kerisnya.” Pengawal sambil menyerahkan keris itu kepada raja. Setelah raja menerima kembali keris pusakanya Rajapun berkata ” Hei semua yang ada di sini. Karena keris saya tidak tenggelam di sungai dan ternyata ia timbul maka saat ini kampung ini saya beri nama ASTAMBUL.” Demikian titah raja pada yang hadir waktu itu dan sejak itulah nama desa itu dinamai Desa Astambul.

Perlu di ketahui di dekat pohon kesturi ada bekas pesinggahan raja yang sangat dipercayai oleh penduduk setempat. Peninggalan itu hanya berupa sebatang kayu ulin yang diyakini bekas sebuah bangunan. Bangunan itu berupa pesanggarahan raja jika ia istirahat ia akan singgah pada tempat itu. Sampai saat ini bekas pesanggarahan Raja itu masih ada meskipun yan tersisa hanya pondasinya yan terbuat dari kayu ulin.